Jumat, 24 Juni 2016

Kisah Para Rasul 26:24-32 “Diperlengkapi Untuk Bersaksi”



Seorang anak kecil menceritakan kepada pamannya mengenai mengenai kisah Musa yang membelah laut Teberau sehingga ribuan tentara Mesir yang mengejar orang-orang Israel tenggelam di lautan, mujizat yang dilakukan Tuhan agar bangsa Israel selamat.
Pamannya mengatakan bahwa peristiwa tersebut bukanlah mujizat melainkan peristiwa alam biasa. Karena pada saat itu diperkirakan terjadi gerhana bulan sehingga menimbulkan daya gravitasi yang menarik sebagian air lautan ke tempat yang lebih dalam. Akibatnya ketinggian air laut Taberau saat itu hanya sebatas mata kaki manusia. Musa telah membodohi umat Israel dengan mengatakan bahwa kejadian itu adalah Mujizat dari Tuhan.”
Mendengar penjelasan pamannya, anak kecil ini berteriak dengan suara nyaring. “Haleluya…Puji Tuhan…!”
Pamannya heran dan bertanya, “kenapa kamu bilang Haleluya…Puji Tuhan…!”
Jawab anak itu “kalau  apa yang paman katakan benar justru membuat kisah Mujizat dalam kitab kejadian itu makin luar biasa, karena ribuan pasukan Mesir bisa mati tenggelam hanya di air yang sedalam mata kaki manusia.
Pamannya terdiam.

Kisah Para Rasul 26:24-32, menceritakan Paulus yang saat itu berstatus tahanan, tidak gentar mewartakan Injil kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan kedudukan yang tinggi, diantaranya Festus gubernur Yudea, Raja Agripa,  dan Bernike anak perempuan raja Agripa.
Festus yang menjabat sebagai gubernur Yudea yang mengakui bahwa Paulus punya pengetahuan yang banyak. Mendengar penjelasan Paulus, Festus menganggap Paulus gila (Ay. 24). Paulus menjawab bahwa dirinya  tidak gila karena ia mengatakan kebenaran dengan pikiran yang
sehat (Ay. 25). Paulus tidak sedang mengarang cerita, melainkan kebenaran yang diketahui oleh banyak orang termasuk, karena semua itu tidak terjadi di tempat terpencil (ay.26)
Terhadap Raja Agripa, Paulus meyakini raja Agripa percaya apa yang diwartakannya, dengan secara langsung bertanya “percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka. Jawab Agripa: "Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!" (ay.27-28)
Jawaban raja Agripa ditanggapi Paulus dengan sukacita (28-29). Ia melihat bahwa Injil yang diberitakan sudah mulai diterima. Paulus tidak mau melepaskan begitu saja, melainkan mendoakan kepada Allah, agar yang mendengarkan Injil yang diwartakan oleh Paulus menjadi percaya sama seperti Paulus (ay.29) dan akhirnya menerima keselamatan.

Paulus menunjukkan Tuhan keberanian mewartakan kebenaran Injil terhadap siapapun bahkan terhadap gubernur dan raja sekalipun. Itu semua bukan karena kehebatan dan kepintaran Paulus, melainkan karena Tuhan yang memperlengkapi Paulus.

Demikian juga dengan kita sebagai orang Kristen, jangan pernah merasa rendah diri, jangan takut dan gentar berbicara mengenai kebenaran terhadap siapapun. Berdoa minta hikmat dari Tuhan yang akan memperlengkapi kita untukmenyampaikan kebenaran. (Robert N. Kindangen)

Sabtu, 18 Juni 2016

Roma 8:18-30 “Sudut Pandang Allah”

Setelah kota London terbakar, raja Inggris menugaskan seorang arsitek besar bernama Christofer Ramm membangun kembali gereja St. Paul yang megah. Ukiran yang besar dan bagus dipasang kira-kira 8 meter tingginya dari tanah. Ada seorang yang mengukir salah satu hiasan di situ dan berdiri pada tempat yang tinggi dari gereja itu. Ia sedang memandang hasil ukirannya yang baru saja selesai. Tetapi secara tak sadar, ia memandangi ukiran itu sambil berjalan mundur setapak demi setapak sampai berada di ujung papan pembatas. Jika ia mundur setapak lagi, ia pasti jatuh dan mati. Seorang rekannya melihat bahwa posisi temannya sangat berbahaya. Dia bermaksud menolong, tetapi jika ia berteriak memperingatkan kemungkinan teriakannya akan membuat rekannya malah jatuh. Akhirnya tidak ada cara lain selain ia mengambil kuas seorang yang sedang mengecat dinding dan merusak ukiran tersebut. Pada waktu ukiran itu kena cat, si pengukir amat marah dan langsung menghampiri rekannya yang merusak ukirannya dan bermaksud memukulnya. Tetapi rekannya itu menunjukkan tempat si pengukir itu berdiri. Akhirnya, si pengukir sadar bahwa rekannya telah menyelamatkan nyawanya.

Sikap yang sama seperti sang pengukir, sering kita perlihatkan ketika kita melihat hidup kita mengalami penderitaan dalam bentuk seperti, sakit penyakit, kedukaan, dan rencana-rencana yang gagal. Kita seringkali protes kepada Tuhan bahwa Tuhan membiarkan atau membuat kehidupan kita begitu berat. Padahal yang terjadi sebaliknya. Justru Tuhan sedang menolong kita.
Dari sudut pandang manusia, penderitaan yang dialami adalah tanda ditinggalkan oleh Tuhan, tanda kegagalan, tanda hari depan suram dan tak berpengharapan.
Namun dari sudut pandang Allah, penderitaan dialami oleh orang-orang yang mengasihi Dia, menjadi salah satu cara untuk mendatangkan kebaikan. Penderitaan yang dialami orang percaya dipakai Allah untuk mewujudkan rencana-Nya bagi kita. Penderitaan yang kita alami tidak akan membawa kita pada kebinasaan, tapi akan membawa kita pada damai sejahtera.

Jika saat ini kita sedang mengalami penderitaan, apapun bentuknya. Jangan pernah ragukan Allah, datang padanya dalam doa,  bahkan ketika kita tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa, karena Roh Kudus akan menolong kita, berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Memberi kita kekuatan, pengharapan, kebaikan yang Allah rencanakan bagi kita. (Robert N. Kindangen)

Minggu, 12 Juni 2016

Roma 7:1-13 “Taat Aturan”

Ada ungkapan yang menyebutkan  “aturan dibuat untuk dilanggar. Benarkah itu? Tentu saja ini ungkapan yang buruk. Bukankah aturan dibuat untuk ditaati? Namun, lihatlah apa yang terjadi di sekitar kita, banyak aturan yang diabaikan. Ada rambu-rambu lalu-lintas  Dilarang parkir, tetapi banyak  mobil dan sepeda motor yang parkir. Bahkan, tukang parkirnya juga ikut-ikutan tidak peduli pada aturan main pemarkiran. Sering juga kita melihat tulisan di terminal atau di emper pertokoan Buanglah sampah di tempat yang disediakan. Lucunya, banyak sampah bertebaran secara sembarangan. Apakah kita  patuh pada peratauran jika petugas yang mengawasi? Kita seringkali taat pada aturan karena takut akan sangsi, bukan karena kesadaran.

Kecenderungan manusia melanggar aturan diingatkan oleh rasul Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Roma (Rom. 1:1-13). Agar hidup sesuai dengan kehendak Allah, umat Israel diberikan panduan berupa aturan-aturan dalam Hukum Taurat, maksudnya agar umat Tuhan mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Kenyataannya, umat Israel cenderung melanggar, kalaupun mentaati hukum Taurat didasari karena takut & pamrih. Takut kalau tidak mentaati hukum Taurat mendapat hukuman, sebaliknya kalau mentaati hukum Taurat akan mendapat imbalan keselamatan, padahal hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan, keselamatan hanya di dalam kasih karunia melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.  Melalui Yesus Kristus kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat, tetapi hidup baru menurut Roh (ay.6). Dengan hidup menurut Roh, kita melakukan Taat kepada kehendak Allah bukan lagi karena takut dan pamrih untuk mendapatkan keselamatan. Bagi kita yang percaya, keselamatan sudah disediakan, sehingga melakukan kehendak Allah merupakan ungkapan kasih kita kepada Allah yang dilakukan dengan sukacita dan bukan  karena terpaksa.

Sebagai orang percaya, ketaatan kita kepada Allah juga terlihat pada aturan-aturan di dalam kehidupan bermasyarakat. Kita taat bukan karena takut pada sangsi, melainkan karena aturan itu membawa kebaikan bagi kita semua. (Robert N. Kindangen)

Jumat, 10 Juni 2016

Kisah Rasul 15: 35-41 “Sama Sama Benar”

http://tekno.kompas.com/
Steve Jobs dan Bill Gates dikenal sebagai dua orang sahabat yang sama-sama bergerak di bidang teknologi. Jobs di Apple dan Gates di Microsoft. Mereka saling bersaing, dan terkadang keduanya melontarkan kritik tajam terhadap produk yang dikeluarkan. 
Namun, panasnya persaingan Microsoft dan Apple tetap tidak menggoyahkan persahabatan mereka berdua. Sepucuk surat memberi sedikit warna tentang cerita persahabatan di antara keduanya.
Dalam surat tersebut, Gates menuliskan rasa bangga menjadi sahabat Jobs, bahwa Jobs juga harus bangga akan apa yang telah dia ciptakan termasuk perusahaan yang dia rintis. "Tidak ada kedamaian yang harus diciptakan. Kita tidak sedang berperang. Kita membuat produk hebat dan saling berkompetisi secara positif. Tidak ada alasan untuk saling memaafkan," 
Setelah Jobs menutup mata untuk yang terakhir kali, istrinya memberitahukan suatu hal kepada Gates. "Jobs bangga menjadi sahabatmu dan dia menyimpan suratmu tersebut di tempat tidurnya."
Gates mengungkapkan bahwa dia akan mengenang Jobs sebagai sosok seorang kompetitor terbaik dan sebagai seorang sahabat. (Dikumpulkan dari berbagai sumber)

Paulus dan Barnabas adalah dua orang sahabat dalam pelayanan, sekalipun demikian tidak selalu mereka sependapat terhadap segala sesuatu. Saat merencanakan untuk mengunjungi jemaat-jemaat yang telah mereka layani, mereka berbeda pendapat mengenai rekan sepelayanan yang pernah mundur, yaitu Yohanes yang disebut juga Markus. Barnabas ingin membawanya (ay.37), tetapi Paulus dengan tegas menolak (ay.38). 
Perbedaan pendapat ini sampai pada satu titik dimana tidak mungkin dicari jalan tengah, kecuali harus berpisah. Mereka sama-sama meyakini apa yang mereka putuskan adalah benar.
Sekalipun demikian keputusan yang mereka buat tidak membuat mereka saling bermusuhan. Paulus tetap menghargai dan menilai baik Barnabas (1Kor. 9:6), bahkan setelah itu Paulus begitu memuji dan membutuhkan Markus (Kol. 4:10; Flm. 24; 2Tim. 4:11). Mereka tetap bersahabat.
Perselisihan yang terjadi di antara Paulus dan Barnabas tidak menghambat pelayanan mereka dan merugikan jemaat. Sebaliknya melalui pelayanan mereka berdua, jemaat-jemaat semakin terlayani   (ay.40-41). Berpisahnya Paulus dan Barnabas memungkinkan terbentuknya 2 tim pelayanan yang dipimpin oleh orang-orang yang beriman, berdedikasi untuk mewartakan Injil Yesus Kristus (ay.26).

Perbedaan pendapat dapat terjadi terhadap siapa saja dan dimana saja, termasuk di dalam persekutuan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti saya benar, kamu salah atau sebaliknya. Perbedaan pendapat bisa terjadi karena sama-sama pendapatnya benar. Ketika kita berbeda pendapat, minta pertolongan Tuhan untuk memberikan hikmat bagi kita menemukan penyelesaian yang terbaik, yang membangun dan tidak merusak. Sambil tetap melihat orang yang berbeda pendapat dengan kita sebagai sahabat. (Robert N. Kindangen)

Rabu, 08 Juni 2016

Matius 15:1-20 “‬Kristen & Adat Istiadat”

pingusenglishbintaro.wordpress.com
Sebagai orang Indonesia, kita hidup dan berada di lingkungan berbagai budaya etnik dari Sabang hingga ke Merauke. Budaya atau adat-istiadat itu mewarnai, bahkan mengendalikan sikap hidup keseharian kita sejak di dalam kandungan, peristiwa kelahiran, pernikahan,  sampai ajal menjemput.  Adat-istiadat warisan nenek moyang kita itu pada hakikatnya berisikan fatwa bagaimana berperilaku santun,  beretika terpuji, dan saling menghargai.
Perihal  bagaimana menjadi manusia yang saling mengasihi seperti tercermin di dalam tradisi atau adat-istiadat  juga mewarnai kehidupan orang Kristen. Itulah sebabnya, di berbagai wilayah di Indonesia lahir dan bertumbuh gereja yang berlatar etnik, misalnya   GKJ (Jawa), HKBP (Batak), GBKP (Karo),  GMIST (Sangir), GPM (Maluku), dan GKPS (Simalungun). Dalam konteks itu mitologi kedaerahan diadaptasi dan ditapis demikian rupa untuk kemuliaan Tuhan. Tentu saja aspek budaya yang tidak sejalan dengan panggilan Gereja harus kita tinggalkan. Kehadiran  Yesus Kristus di dunia ini hendaknya kita imani suatu keniscayaan yang membawa kita   ke dalam hidup baru dan  sejahtera.

Dalam bacaan kita dikatakan  orang-orang Farisi dan  ahli Taurat mempersoalkan murid-murid Yesus melanggar adat-istiadat karena tidak membasuh tangan sebelum makan (ay.1, 2). Mereka menuduhnya  tidak lagi menaati adat kebiasaan yang diwariskan oleh leluhurnya. Yesus mengingatkan mereka bahwa ketaatan terhadap perintah Allah harus di atas ketaatan terhadap tradisi atau adat-istiadat. (ay.3-9). Bagi Yesus, semua boleh dilakukan asalkan untuk kebesaran nama Tuhan!‬

Warga jemaat  GKP kaya akan keberagaman. Ada yang berasal dari etnik Jawa, Sunda, Batak, Minahasa, Maluku, Toraja, NTT, Tionghoa, Bali, Papua, dan suku-suku lain, yang masing-masing punya karakter dan gaya hidup bawaan sendiri. Itulah persekutuan kita bagaikan mozaik atau taman bunga  warna-warni yang  menyejukkan mata. Sama halnya dengan tradisi dan kearifan lokal Nusantara, hendaknya kita berdayakan untuk memperkaya penghayatan iman kristiani. Syaratnya,  Firman Tuhan yang menjadi filter atau penyaringnya! (Robert N. Kindangen)

Minggu, 05 Juni 2016

Markus 10:35-45 "Pemimpin = Pelayan"

www.solarpowerworldonline.com
Pemimpin perusahaan adalah jabatan yang menjadi dambaan banyak orang. Jadi, tidak mengherankan apabila ada pemimpin yang merasa dirinya hebat. Dalam benaknya akan ada bayangan bisa dengan sesuka hati  untuk memerintah bawahan. Ia juga merasa akan  mendapat fasilitas dan layanan terbaik di perusahaan yang dipimpinnya. Baginya tidak ada pemimpin yang melakukan  pekerjaan kasar seperti yang dikerjakan oleh karyawan rendahan.
Pernahkah Saudara menonton tayangan televisi luar negeri yang berjudul  “Undercover Boss”?  Dalam acara itu ada sesuatu yang menggelitik hati dan membuat diri kita berdecak kagum. Ceritanya begini! Ada sejumlah pemimpin perusahaan yang  menyamar selama satu minggu sebagai karyawan rendahan di perusahaannya sendiri. Apa yang dialaminya? Mereka  merasakan sendiri bagaimana sulitnya bekerja di bawah tekanan target dengan  gaji yang kecil. Belum lagi terkadang dimarahi atau diomeli oleh atasannya. Karena kesibukannya,  mereka nyaris tidak punya waktu bersama dengan keluarganya. Pengalaman bos-bos yang menyaru sebagai pegawai kecil itu sungguh sangat berharga. Kini mereka sadar bagaimana mengubah sikap seorang pemimpin yang dilayani menjadi pemimpin yang melayani.

Pemimpin yang melayani, yang Yesus ajarkan bagi murid-murid-Nya. Itulah sebabnya ketika murid-murid-Nya berselisih karena kedudukan, Yesus mengajarkan bahwa siapa yang ingin menjadi besar hendaklah melayani yang lain (ay.43), siapa yang ingin menjadi terkemuka harus menjadi hamba yang lain (ay.44). Yesus tidak hanya sekedar berteori tapi memberikan keteladanan dengan kedatangan Yesus ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan mengorbankan nyawa-Nya agar supaya manusia diselamatkan (ay.45). Kepemimpinan yang melayani harus didasari dengan Kasih, yang akan membuat melayani menjadi kesukacitaan.

Sebagai orang percaya, kita diminta untuk menjadi pemimpin yang melayani.  Apakah kepemimpinan kita dalam pekerjaan, keluarga, persekutuan, dimanapun kita dipercayakan Tuhan hadir dan berkarya, kita diminta melayani. Apapun status kita,  baik sebagai orang tua, anak, kakak, adik, kita diminta melayani,  meneladani Yesus untuk saling melayani satu sama yang lain. Betapa indahnya keluarga kita, perekutuan kita, lingkungan tempat tinggal kita, tempat bekerja kita, negara kita, jika setiap orang saling melayani satu sama lain. (Robert N. Kindangen)

Jumat, 03 Juni 2016

Yosua 14: 1-15 “Warisan”

www.hukumonline.com
Hampir setiap kita ingin mewariskan sesuatu, kepada pasangan kita, anak-anak kita, anggota keluarga kita, atau generasi penerus kita. Kebanyakan warisan dalam bentuk materi, seperti uang, harta, bangunan, atau tanah,  dengan harapan warisan itu bermanfaat bagi yang menerima.
Sayangnya, warisan dalam bentuk materi seringkali justru menciptakan konflik, misalnya bagi anggota keluarga yang menerima.
Warisan apakah yang paling bernilai?
Cat Steven, seorang musisi pernah mengungkapkan “The greatest legacy is that which benefits the widest number of people for the longest period without limit to value. – Warisan terhebat adalah sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia dan berlangsung selamanya.”

Bagian Alkitab yang kita baca, menceritakan mengenai warisan Kaleb bin Yefune. Pada usia delapan puluh lima tahun, Kaleb menerima wilayah Hebron sebagai milik pusaka yang akan diwariskannya kepada anak-anaknya turun temurun. (ay.9, 13)
Namun warisan yang paling bernilai dari Kaleb bin Yefune bukanlah tanah Hebron, melainkan nilai hidup berupa iman dan kesetiaannya terhadap Tuhan.

Iman dan kesetiaan Kaleb ditunjukkan ketika ia menjadi salah satu dari 12 pengintai yang dikirim Musa mengintai Kanaan. 10 orang pengintai pulang membawa kabar yang membuat ketakutan orang Israel dan menunjukkan ketidak percayaan mereka terhadap Allah. Hanya Kaleb dan Yosua yang membawa kabar yang sejujur-jujurnya (ay.7), mereka berdua tetap percaya. Ketika ke-10 pengintai membuat tawar hati bangsa Israel, Kaleb tetap setia mengikuti TUHAN, Allah, dengan sepenuh hati (ay.8-9). Iman dan kesetiaan Kaleb terus bertahan sejak dia muda sampai lanjut usia (Ay.11).
Iman dan Kesetiaan Kaleb merupakan warisan paling bernilai, bukan saja diterima oleh keturunannya, melainkan dirasakan juga orang percaya di berbagai jaman, termasuk kita yang ada saat ini.
Iman dan kesetiaan yang kita miliki juga akan menjadi warisan yang sangat bernilai bagi anggota keluarga kita, keturunan kita, juga orang-orang lain yang menjadi percaya karena teladan iman kita.
Sudahkah kita mempersiapkan warisan kita?

“Warisan yang paling berharga yang diberikan oleh orang percaya bukanlah materi yang sifatnya fana, tapi iman dan kesetiaan yang bernilai kekal.” (Robert N. Kindangen)

Rabu, 01 Juni 2016

Yohanes 7:53-8:11 “Menepuk Air Di Dulang, Terpercik Muka Sendiri”

Pernahkah Saudara mendengar  peribahasa yang berbunyi “Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri?” Isinya berupa petuah yang patut kita simak dalam kehidupan keseharian kita. Kearifan lokal nenek moyang kita itu ditujukan kepada seseorang yang  melakukan suatu perbuatan, tetapi  merugikan atau mempermalukan diri sendiri.

Peribahasa itu cocok dengan apa yang dialami oleh orang Farisi dan para ahli Taurat. Semula mereka bermaksud  untuk mempermalukan Yesus, tetapi ternyata mereka sendiri yang mendapat malu. Ketika itu terjadi suatu peristiwa penangkapan seorang perempuan yang berbuat zinah. Mereka  menangkap dan menggiring  perempuan itu  ke hadapan Yesus, lalu bertanya, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika  sedang berbuat zinah. Dalam hukum Taurat Musa diperintahkan agar kita  melempari perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?”
Dengan pertanyaan ini mereka ingin menjebak Yesus dengan jawaban-Nya. Menurut pemikiran mereka hanya ada dua kemungkinan jawaban Yesus, menyetujui perempuan ini dihukum atau membebaskannya. Kalau Yesus setuju untuk menghukum perempuan ini, mereka akan mempersoalkan kasih dan keberpihakan Yesus terhadap orang-orang yang lemah. Kalau Yesus membebaskan perempuan ini, maka Yesus akan dianggap melanggar hukum Taurat.
Ternyata jawaban Yesus diluar perkiraan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Yesus justru mengatakan "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu". Jawaban Yesus menyadarkan bahwa mereka sama-sama berdosa seperti perempuan ini. Sehingga satu persatu mereka pulang sampai hanya perempuan ini dan Yesus yang tinggal.

Sebagai orang percaya, kadang kita juga masih suka mencari-cari kesalahan orang lain, seperti yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Melalui peristiwa ini kita diingatkan untuk jangan suka mencari-cari kesalahan orang lain, karena tidak satupun di antara kita yang tidak pernah berbuat dosa, tapi sapalah saudara kita yang melakukan kesalahan dengan kasih yang memulihkan dan membawa pertobatan, yaitu kasih dari Yesus Kristus.
“Kasih membawa pertobatan bukan penghukuman.” (Robert N. Kindangen)