Pada suatu ketika saya menerima undangan pernikahan dari orang yang tidak saya kenal. Jika undangan biasanya turut mengundang adalah keluarga dekat, maka dalam undangan tersebut yang tercantum sebagai turut mengundang adalah para petinggi, baik petinggi pemerintahan desa dan kecamatan, yaitu kepala desa dan camat, maupun petinggi perusahaan, yaitu manager dan kepala-kepala bagian di suatu perusahaan besar. Salah satu yang tercantum di turut mengundang adalah kepala bagian saya saat itu. Alasan mencantumkan para petinggi di undangan pernikahan supaya bawahan-bawahan dari para petinggi yang tercantum di turut mengundang semuanya hadir karena menghargai pimpinannya. Pihak yang mengundang berharap semakin banyak tamu yang hadir, semakin banyak pula uang yang diterima, sehingga pesta tersebut memberi keuntungan.
Mengundang orang-orang yang kita kenal, yaitu sahabat, keluarga, tetangga, orang-orang terpandang dengan harapan mendapat keuntungan baik berupa keuntungan adalah hal yang sering dilakukan orang yang akan mengadakan pesta.
Namun Yesus bersikap sebaliknya, Yesus mengatakan saat kita menyelenggarakan perjamuan, yang perlu kita undang bukanlah orang kaya dan terkenal atau kerabat kita sendiri (ay. 12) yang akan menyenangkan atau memberi keuntungan, tetapi undanglah orang-orang yang tidak bisa membalas pemberian kita, mereka yang layak menerima belas kasih kita (ay. 13-14). Tuhan yang akan memberi berkat (ay.4)
Melalui peristiwa ini, Yesus mengingatkan kecenderungan orang untuk menjalin hubungan dengan sesama bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi atas dasar keuntungan yang diperoleh. Hubungan seperti ini tidak mendatangkan berkat. Yesus menginginkan hubungan antar sesama dilandasi oleh kasih. Kasih terlihat dari kepedulian terhadap sesama, kasih tidak mencari keuntungan dari sesama.
Melalui peristiwa ini, Yesus juga mengajarkan kerendahan hati, karena banyak orang mengadakan perjamuan hanya karena kesombongan, ingin pamer. Mereka menganggap akan semakin dihormati dan dianggap hebat jika undangan mereka adalah orang-orang kaya, terkenal, mempunyai kedudukan. Semua itu hanya memuaska ‘ego’ diri sendiri.
Sebagai orang percaya kita diingatkan, yang menjadi pengikat dalam hubungan kita dengan sesama adalah kasih. Kasih terwujud dalam ketulusan, dan kepedulian, yang membawa kebaikan bagi sesama dan bagi kita. (Robert N. Kindangen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar